OKI, KITOUPDATE.COM– Inspektorat Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) disinyalir terlibat dalam praktik dugaan pungutan liar (pungli).
Pengungkapan ini terjadi setelah Syafaruddin menjabat sebagai Inspektur Inspektorat OKI, yang seharusnya bertanggung jawab dalam memantau, membimbing, dan memberikan sanksi kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa (kades) yang terlibat masalah di OKI. Namun, tindakan yang dilakukannya lebih mengutamakan kepentingan pribadi dari pada ASN dan kades yang bermasalah.
Fakta yang terungkap menyoroti bahwa Inspektorat OKI diduga menutup-nutupi temuan terkait ASN dan kades bermasalah tanpa transparansi, sambil mengintimidasi pihak terkait.
Kepercayaan masyarakat terhadap Syafaruddin yang menjabat sebagai Inspektur Inspektorat OKI mulai merosot, dan keadaan ini jika tidak ditangani dengan baik dapat merusak reputasi Pj. Bupati Asmar Wijaya. Tanpa evaluasi yang akurat, situasi ini berpotensi mengakibatkan kerugian besar bagi OKI.
Feri Utama dari Forum Masyarakat dan Mahasiswa OKI Bersatu dalam siaran persnya, Rabu (22/5/2024) mengungkapkan, bahwa selama kepemimpinan Syafaruddin di Inspektorat OKI, wibawa pemerintah, terutama Pj. Bupati Asmar, mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan terkesan kehilangan wibawa sama sekali.
Menurut investigasi mereka, dugaan penerimaan pungutan liar (pungli) terjadi setiap kali ASN seperti kepala sekolah SD dan SMP mencairkan dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan kades saat mengambil dana desa (DD) beserta alokasi dana desa (ADD).
Feri menjelaskan, bahwa pungli yang diduga diterima dari kepala sekolah ke Inspektorat OKI berkisar antara Rp 3 ribu dan Rp 5 ribu untuk jenjang SD dan SMP. Perlu dicatat bahwa dugaan pungli ini belum termasuk dari kades.
Selanjutnya, Feri mengungkapkan bahwa besaran pungli yang dilakukan oleh oknum Inspektorat diduga tergantung pada jumlah dana desa yang terlibat. Praktik pungli ini diduga sebagai bentuk setoran. Hal ini telah menjadi praktek lama.
Ketidaktransparanan Inspektorat semakin meningkat saat Syaparudin juga menjabat sebagai Plh Kepala Dinas Pendidikan.
Sementara itu, wartawan dari media online Parameswara.net bernama Indra, menyoroti bahwa lembaga pengawasan seharusnya terbuka terhadap evaluasi kinerja mereka sendiri.
Dia merasa kesulitan mendapatkan informasi saat Inspektorat menjauhi wartawan, padahal temuan lapangan menunjukkan kinerja instansi tersebut.
“Sebagai pejabat publik, terutama dalam jabatan Inspektur, seharusnya bersikap terbuka dan transparan. Keengganan Syaparuddin dalam berinteraksi dengan wartawan dan penunjukan sebagai Pelaksana Harian Dinas Pendidikan dikritik karena alasan yang dianggap tidak tepat,” kata Indra. (Rico)