PALEMBANG, KITOUPDATE.COM – Dua dari tiga tersangka kasus korupsi penjualan aset pemerintah daerah (pemda) kepada Yayasan Batanghari Sembilan (YBS) berupa sebidang tanah di Jalan Mayor Ruslan, yakni Harobin Mustofa dan Yuherman, dijadwalkan ulang untuk diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan.
Harobin Mustofa yang merupakan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang dan Yuherman selaku mantan Kepala Seksi (Kasi) Pemetaan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang, tidak dapat menghadiri pemeriksaan penyidik Kejati Sumsel Bidang Tindak Pidana Khusus.
Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari SH MH, pada Jumat (24/1/2025).
Menurut Vanny, keduanya seharusnya menjalani pemeriksaan kembali sebagai tersangka, namun berhalangan hadir karena alasan tertentu. Harobin Mustofa dilaporkan sakit, sedangkan Yuherman masih dalam proses menunjuk penasihat hukum (PH) untuk mendampingi pemeriksaannya.
“Penundaan pemeriksaan terhadap kedua tersangka sudah disertai dengan surat keterangan yang diterima tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel. Meski demikian, jadwal pemeriksaan ulang akan segera ditentukan untuk keduanya,” jelas Vanny.
Sementara itu, tersangka lain dalam kasus ini yakni Usman Goni, yang bertindak sebagai kuasa penjual aset YBS, telah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Kamis lalu. Pemeriksaan ketiga tersangka bertujuan untuk memperkuat alat bukti dan mendalami penyidikan perkara.
Sebelumnya, penyidik Pidsus Kejati Sumsel menetapkan tiga orang tersangka dalam dugaan korupsi penjualan aset YBS di Jalan Mayor Ruslan Palembang, yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp11,7 miliar.
Ketiga tersangka tersebut adalah Harobin Mustofa yang menjabat Sekda Kota Palembang pada 2016, Usman Goni selaku kuasa penjual aset YBS, dan mantan Kasi Pemetaan pada BPN Kota Palembang bernama Yuherman.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah disidangkan terkait penjualan aset YBS di Jalan Punto Dewo, Yogyakarta. Modus operandi dalam kasus ini mirip, yaitu penerbitan sertifikat tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan. Selain itu, hasil penyidikan menemukan adanya dugaan manipulasi data objek dan pemalsuan identitas pada surat keterangan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)